![]() |
FOTO: Masjid Makan-makan Bandung menyediakan makanan untuk siapa saja. (Foto: Nur Khansa Ranawati/detikJabar) |
Di berbagai daerah di Indonesia,
masjid tidak hanya berfungsi sebagai tempat ibadah, tetapi juga sebagai pusat
sosial yang menyediakan makanan bagi jamaah dan masyarakat sekitar. Fenomena masjid
makan-makan telah berkembang sebagai bentuk nyata dari semangat berbagi dan
kepedulian sosial dalam Islam. Masjid-masjid seperti Masjid Jogokariyan di
Yogyakarta (Wartamu, 2025), Masjid Pemuda di Surabaya, Masjid Baitul Huda di
Bandung, dan Masjid Nurul Ashri di Sleman aktif dalam mengadakan program makan
gratis untuk jamaah, pekerja harian, dan masyarakat dhuafa (Jabar Ekspres,
2025).
Salah satu tantangan utama dalam
pelaksanaan program makan bersama di masjid adalah hilangnya serambi masjid
sebagai ruang transisi antara area ibadah dan ruang sosial. Pada masjid-masjid
tradisional di Nusantara, seperti Masjid Agung Demak, serambi menjadi tempat
berkumpul, berdiskusi, dan makan bersama tanpa mengganggu kesucian area utama
masjid (Azra, 2004). Namun, dalam beberapa dekade terakhir, banyak masjid di
Indonesia mengalami transformasi arsitektural dengan mengadopsi desain yang
lebih tertutup, mirip dengan gaya masjid Timur Tengah (Nasution, 2012). Faktor
lain seperti keterbatasan lahan di perkotaan dan kebutuhan akan sistem
pendingin udara menyebabkan serambi dihilangkan atau diperkecil.
Hilangnya serambi berdampak pada
keterbatasan ruang untuk kegiatan sosial, termasuk tradisi makan bersama. Tanpa
serambi, makan sering kali dilakukan di dalam ruang utama masjid atau di
halaman, yang dapat menimbulkan permasalahan kebersihan dan adab dalam menjaga
kesucian tempat ibadah (Hasan, 2018). Hal ini menuntut pengelola masjid untuk
mencari solusi kreatif agar tradisi makan bersama tetap berlangsung tanpa
mengganggu fungsi utama masjid sebagai tempat ibadah.
Beberapa masjid di Indonesia
telah menyiasati hilangnya serambi dengan menciptakan ruang alternatif untuk
kegiatan makan bersama. Masjid Jogokariyan Yogyakarta mengoptimalkan halaman
dan aula masjid untuk program sedekah nasi, yang menyediakan makanan
gratis bagi jamaah setiap hari, terutama saat Ramadan (Wartamu, 2025). Masjid
Pemuda Surabaya menggunakan ruang serbaguna dan halaman sebagai area makan
bersama bagi pekerja harian dan masyarakat kurang mampu. Masjid Baitul Huda
Bandung mengembangkan konsep ruang sosial di dalam aula masjid, yang tidak
hanya untuk makan bersama tetapi juga untuk kegiatan pemberdayaan ekonomi dan
pendidikan Islam (Jabar Ekspres, 2025). Masjid Nurul Ashri Sleman memanfaatkan
ruang terbuka di sekitar masjid sebagai tempat berbuka puasa bersama dan
distribusi makanan gratis bagi masyarakat sekitar.
Upaya-upaya ini menunjukkan bahwa
meskipun serambi semakin jarang ditemukan, fungsi sosial masjid tetap dapat
dipertahankan dengan strategi yang inovatif. Sejak zaman Wali Songo,
masjid-masjid di Nusantara tidak hanya berfungsi sebagai tempat ibadah tetapi
juga sebagai pusat pendidikan dan sosial. Tradisi makan bersama di masjid sudah
ada sejak lama, di mana para ulama dan masyarakat berkumpul di serambi untuk
berdiskusi, belajar agama, dan menikmati hidangan bersama (Ricklefs, 2001).
Dalam konteks historis, serambi memiliki peran penting dalam membangun
komunitas Muslim yang inklusif dan harmonis.
Namun, dengan perkembangan zaman,
perubahan arsitektural masjid telah mengubah pola interaksi sosial jamaah.
Masjid modern dengan desain tertutup cenderung membatasi ruang interaksi di
luar ibadah, sehingga masjid makan-makan harus mencari cara baru untuk tetap
menjalankan tradisi berbagi makanan tanpa mengganggu ketertiban dan kebersihan
masjid (Nasution, 2012). Kuntowijoyo dalam bukunya Muslim Tanpa Masjid
(2001) menyoroti bahwa Islam tidak hanya berwujud dalam praktik ibadah formal,
tetapi juga dalam tindakan sosial yang mendukung kesejahteraan umat. Ia
menekankan pentingnya revitalisasi fungsi masjid sebagai pusat kehidupan
masyarakat, bukan hanya tempat ritual. Dalam konteks ini, fenomena masjid
makan-makan merupakan bentuk konkret dari upaya mengembalikan peran sosial
masjid yang semakin berkurang akibat perubahan zaman.
Untuk memastikan bahwa tradisi
makan bersama di masjid tetap berlangsung tanpa mengorbankan kebersihan dan
kenyamanan jamaah, beberapa solusi dapat diterapkan. Masjid dapat menyediakan
ruang khusus di dalam atau di sekitar masjid yang diperuntukkan bagi kegiatan
sosial, termasuk makan bersama. Desain masjid masa depan dapat mengadopsi
konsep ruang fleksibel yang dapat berfungsi sebagai tempat ibadah sekaligus
ruang sosial. Dengan adanya aturan dan tata kelola yang ketat, kegiatan makan
di masjid dapat dilakukan tanpa mengganggu kebersihan tempat ibadah. Edukasi
kepada jamaah tentang pentingnya menjaga kebersihan dan adab dalam makan
bersama di masjid akan membantu menciptakan lingkungan yang lebih nyaman.
Selain itu, masjid dapat bekerja sama dengan komunitas lokal dan donatur untuk
mendukung program makan gratis dan pengadaan ruang makan yang layak.
Fenomena masjid makan-makan
menunjukkan bahwa masjid tetap menjadi pusat sosial bagi umat Islam, meskipun
mengalami perubahan arsitektural. Hilangnya serambi memang menjadi tantangan
dalam pelaksanaan tradisi makan bersama, tetapi dengan inovasi dan kreativitas,
masjid-masjid di Indonesia tetap dapat menjalankan fungsi sosialnya. Dengan
memahami sejarah dan kebutuhan masyarakat modern, masjid dapat terus
beradaptasi tanpa kehilangan esensi sebagai tempat ibadah dan pusat
kebersamaan. Oleh karena itu, pengelola masjid, arsitek, dan jamaah perlu
bersama-sama merancang solusi yang dapat mempertahankan tradisi berbagi makanan
sebagai bagian dari dakwah Islam yang rahmatan lil ‘alamin.
Referensi:
- Azra, A. (2004). Jaringan Ulama Timur Tengah dan
Kepulauan Nusantara Abad XVII & XVIII. Kencana.
- Hasan, N. (2018). Masjid dan Ruang Sosial dalam
Islam. Pustaka Alvabet.
- Jabar Ekspres. (2025). "Masjid Makan-Makan dan
Semangat Menyambut Berkah Ramadan." Retrieved from
https://jabarekspres.com
- Kuntowijoyo. (2001). Muslim Tanpa Masjid.
Mizan.
- Liputan6. (2024). "Bukan Sekadar Tempat
Ibadah, Masjid Viral Ini Tawarkan Makan Siang Gratis." Retrieved from
https://www.liputan6.com
- Nasution, S. (2012). Arsitektur Masjid di
Indonesia: Sejarah dan Perkembangannya. Pustaka Pelajar.
- Ricklefs, M. C. (2001). A History of Modern
Indonesia Since c. 1200. Stanford University Press.
- Wartamu. (2025). "Puasa Kedua Ramadan 2025:
Ada Adegan Luar Biasa di Jogokariyan Yogyakarta." Retrieved from
https://www.wartamu.id
0 Comments