FOTO: DOK MEMORI DPRD SULTENG 1982 |
Jagad jurnalisme di Sulawesi
Tengah (Sulteng), tidak dapat dipisahkan dari kiprah para jurnalis yang menjadi
pionir pers di Sulteng. Kehadiran mereka, mewarnai perjalanan sejarah provinsi
yang kini genap berusia 54 tahun tersebut.
Salah seorang pionir pers Sulteng
yang menarik dituliskan kisah hidupnya adalah Achmad Rumu. Mengapa menarik? Karena
sosok jurnalis yang kemudian terjun ke dunia politik ini, ternyata adalah
perancang lambang provinsi Sulteng.
Memori DPRD Sulteng 1982-1987
memuat, sosok kelahiran Nunu, 20 Juli 1935 ini, merancang lambang provinsi
Sulteng, saat dirinya tergabung dalam Panitia Khusus (Pansus) DPRD-GR Provinsi
Sulteng pada tahun 1968, yang bertugas membahas lambang daerah Sulteng. Rancangan
Achmad Rumu diterima oleh Pansus tersebut dan kemudian disahkan oleh sidang
pleno DPRD-GR.
Achmad Rumu tercatat mulai
berkecimpung dengan dunia jurnalistik, sejak tahun 1956, dengan menjadi
redaktur tengah pada Bulanan Obor Pemuda di Tolitoli tahun 1956-1957. Pada tahun
1957, dirinya menjadi redaktur pada Mingguan Angkatan Muda Tolitoli tahun
1957-1958.
Kemudian pada tahun 1965, sosok
yang pernah mengabdi di Jawatan Penerangan Kabupaten Donggala pada periode
1960-1964 dan Jawatan Penerangan Provinsi Sulteng pada 1964-1972 ini, menjadi
Redaktur di Harian Umum Nusa Putera, antara tahun 1965-1968, lalu kemudian
menjadi pemimpin redaksi merangkap penanggung jawab surat kabar yang sama,
kurun 1975-1986. Idrus A Rore, dalam bukunya Dari Zamroed Palu Hingga
Mercusuar: Sejarah Pers di Sulawesi Tengah 1935-1995 menuliskan, harian umum yang
terbit hingga tahun 1992 tersebut, dikelolanya bersama Chaeruddin Modjo.
Selain berkutat di Harian Umum
Nusa Putera, Achmad Rumu juga tercatat menjabat sebagai pemimpin redaksi
sekaligus penanggung jawab Harian Independen ‘Tadulako’ kurun 1968-1973. Selain
itu, dirinya juga tercatat menjabat sebagai wakil pemimpin redaksi/penanggung
jawab, Harian Berita Yudha edisi Sulteng, kurun 1973-1975.
Dalam rekam jejaknya sebagai
jurnalis, Achmad Rumu juga tercatat pernah mengikuti Upgrading Course PWI skala
nasional di Jakarta, pada tahun 1966.
Tiga Masa di Parlemen Sulteng
Sosok yang mengenyam pendidikan
dasar di SR Palu II dan SMP Palu ini, merupakan sosok jurnalis yang kemudian
memutuskan hijrah ke dunia politik. Rekam jejak tapak politik pengurus cabang
Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Sulteng kurun 1962-1985 ini, terlihat dari
rekam jejak keorganisasiannya.
Pada tahun 1958, sosok yang
dikenal piawai di bidang seni drama, seni sastra dan seni suara ini, bergabung
dengan Gerakan Pembela Pemerintah Pusat (GPPP) Tolitoli, yang turut andil dalam
penumpasan pemberontakan Permesta dan DI/TII di Tolitoli.
Kemudian, sejak 1962, sosok yang
dikenal keras dan tegas ini, berkecimpung di Partai Syarikat Islam Indonesia
(PSII). Di partai berlambang bulan sabit dan bintang tersebut, Achmad Rumu tercatat
pernah menjabat sebagai pengurus cabang hingga pengurus wilayah. Saat fusi
partai terjadi pada 1973, di mana PSII dan sejumlah partai islam lainnya,
seperti NU, Parmusi dan Perti melebur ke dalam Partai Persatuan Pembangunan
(PPP), Achmad Rumu tetap setia berkecimpung di sana.
Satu hal yang menarik, kiprah
awal suami dari Hj Raden Iis Ratna
Prawiraatmadja ini di dunia parlemen Sulteng,
justru bukan melalui jalur kepartaian, tetapi melalui jalur kekaryaan (Golongan
Karya), mewakili golongan wartawan, seniman, serta olahragawan, menggantikan MH
Pattinasarany, yang menjabat sebagai anggota DPRD-GR Provinsi Sulteng periode
1966-1967. Achmad Rumu sendiri pertama kali duduk di parlemen Sulteng tersebut,
pada periode 1968-1973.
Sosok yang dikenal dengan gaya
bertutur yang puitis ini, kemudian kembali duduk di parlemen Sulteng pada
periode 1977-1982, di mana dirinya tergabung dalam Fraksi PPP. Kemudian pada
periode 1982-1987, sosok yang selalu berpenampilan sederhana ini, menjadi
pengganti antar waktu (PAW) anggota DPRD Daerah Tingkat (Dati) I Provinsi
Sulteng, di mana dirinya menjabat antara 1985-1987.
0 Comments